Psikologi Psikopatologi - Hana's Psyche

Hai hai~ Bagaimana Senin kalian? Senang kah? Kali ini kita bahas masalah Psikopatologi.

Dilansir dri Wikipedia, Patologi (berasal dari bahasa Yunani Kuno pathos (πάθος) yang berarti "pengalaman" atau "penderitaan", dan -logia (-λογία) yang berarti "ilmu pengetahuan") secara luas berarti ilmu pengetahuan bidang bioteknologi mengenai penyakit secara umum di bidang layanan kesehatan dan penelitian (termasuk patologi tumbuhan dan patologi hewan).

Sedangkan Psikopatologi sendiri berarti studi tentang penyakit mental, tekanan mental, dan abnormal/perilaku maladaptif. Istilah ini paling sering digunakan dalam psikiatri di mana patologi mengacu pada proses penyakit. Psikologi abnormal adalah istilah yang sama digunakan lebih sering di bidang psikologis non-medis.

Psikopatologi atau penyakit jiwa/mental merupakan penyakit yang tidak tampak secara fisik, melainkan abstrak melalui perilaku dan kesadaran seseorang yang tidak stabil. Menurut Atkinson terdapat enam kriteria untuk dapat menentukan kesehatan mental seseorang, yaitu :

1. Adanya persepsi yang riil dan efisien dalam memberikan reaksi atau mengevaluasi apa yang terjadi pada lingkungan sekitarnya;

2. Mengenali diri sendiri, baik berkaitan dengan kesadaran atau motif individu;

3. Kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara sadar, seperti menahan perilaku impulsif dan agresif;

4. Memiliki harga diri dan dirinya dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya;

5. Kemampuan untuk membentuk ikatan kasih, seperti tidak menuntut berkelebihan pada orang lain dan dapat memuaskan orang lain bukan hanya memuaskan dirinya sendiri;

6.  Ada jiwa yang antusias yang mendorong seseorang untuk mencapai produktivitas.

Ada dua hal penting yang harus dipahami dalam pembahasan psikopatologi yaitu jenis gangguan jiwa dan proses terjadinya.

Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu perilaku abnormal, antara lain:

1. Statistical infrequency

Perspektif ini menggunakan pengukuran statistik dimana semua variabel yang yang akan diukur didistribusikan ke dalam suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng. Kebanyakan orang akan berada pada bagian tengah kurva, sebaliknya abnormalitas ditunjukkan pada distribusi di kedua ujung kurva.

Digunakan dalam bidang medis atau psikologis. Misalnya mengukur tekanan darah, tinggi badan, intelegensi, ketrampilan membaca, dsb.

Namun, kita jarang menggunakan istilah abnormal untuk salah satu kutub (sebelah kanan). Misalnya orang yang mempunyai IQ 150, tidak disebut sebagai abnormal tapi jenius.

Tidak selamanya yang jarang terjadi adalah abnormal. Misalnya seorang atlet yang mempunyai kemampuan luar biasa tidak dikatakan abnormal. Untuk itu dibutuhkan informasi lain sehingga dapat ditentukan apakah perilaku itu normal atau abnormal.

2. Unexpectedness

Biasanya perilaku abnormal merupakan suatu bentuk respon yang tidak diharapkan terjadi. Contohnya seseorang tiba-tiba menjadi cemas (misalnya ditunjukkan dengan berkeringat dan gemetar) ketika berada di tengah-tengah suasana keluarganya yang berbahagia. Atau seseorang mengkhawatirkan kondisi keuangan keluarganya, padahal ekonomi keluarganya saat itu sedang meningkat. Respon yang ditunjukkan adalah tidak diharapkan terjadi.

3. Violation of norms

Perilaku abnormal ditentukan dengan mempertimbangkan konteks sosial dimana perilaku tersebut terjadi.

Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat, berarti normal. Sebaliknya jika bertentangan dengan norma yang berlaku, berarti abnormal.

Kriteria ini mengakibatkan definisi abnormal bersifat relatif tergantung pada norma masyarakat dan budaya pada saat itu. Misalnya di Amerika pada tahun 1970-an, homoseksual merupakan perilaku abnormal, tapi sekarang homoseksual tidak lagi dianggap abnormal.

Walaupun kriteria ini dapat membantu untuk mengklarifikasi relativitas definisi abnormal sesuai sejarah dan budaya tapi kriteria ini tidak cukup untuk mendefinisikan abnormalitas. Misalnya pelacuran dan perampokan yang jelas melanggar norma masyarakat tidak dijadikan salah satu kajian dalam psikologi abnormal.

4. Personal distress

Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan bagi individu.

Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan distress. Misalnya psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecemasan.

Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan merupakan abnormal. Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik.

Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk menentukan setandar tingkat distress seseorang agar dapat diberlakukan secara umum.

5. Disability

Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk mencapai tujuan karena abnormalitas yang dideritanya. Misalnya para pemakai narkoba dianggap abnormal karena pemakaian narkoba telah mengakibatkan mereka mengalami kesulitan untuk menjalankan fungsi akademik, sosial atau pekerjaan.

Tidak begitu jelas juga apakah seseorang yang abnormal juga mengalami disability. Misalnya seseorang yang mempunyai gangguan seksual voyeurisme (mendapatkan kepuasan seksual dengan cara mengintip orang lain telanjang atau sedang melakukan hubungan seksual), tidak jelas juga apakah ia mengalami disability dalam masalah seksual.

Masa remaja biasanya adalah masa yang palig berpengaruh dalam kehidupan seseorang. Masa mencari cati diri, menemukan dan menelesaikan masalah hidup, dan masa yang paling rentan terkenan gangguan psikopatologi. Beberapa gangguan kejiwaan atau psikopatologi (Psiko=jiwa, patologi=kelainan, gangguan) yang terdapat pada remaja seperti skizofrenia, episode depresif dan retardasi mental. Pada bagian ini gangguan-gangguan kejiwaan itu akan dibicarakan secara lebih rinci.

Adapun jenis-jenis gangguan jiwa itu pada praremaja menurut Kohen&Raz yang meninjaunya dari teori psikoanalisis (1971) adalah sebagai berikut:

1. Gangguan Neurosis karena konflik Oedipoes yang tak terselesaikan dengan baik. Gejalanya adalah pasif, pemalu, penakut. Pada wanita terdapat gejala menginap jempol, mengompol.

2. Takut kepada sekolah (school phobia) sehingga cenderung membolos atau mencari alasan untuk tidak sekolah.


3. Keterasingan, merasa dilantarkan oleh orang tua, tidak dapat mengidentifikasikan peran seksualnya sendiri, kurang mempunyai citra seksual tentang dirinya sendiri.

4. Kenakalan anak yang disebabkan oleh reaksi neurotik.

5. Retardasi Mental.

6. Gangguan organis yang bisa mengganggu fungsi kepribadian.

7. Gangguan kepribadian (kelainan jiwa) yang berat.

8. Kenakalan anak yang tidak disebabkan oleh reaksi neurotik.

Pada remaja yang sudah lebih tinggi usianya, penggolongan gangguan kejiwaannya adalah sebagai berikut (Jensen, 1985, dan seterusnya):

1). Mental stress yang menimbulkan:

            a) Hiperaktivitas. Tanda-tandanya antara lain: Mengganggu anak lain, selalu gelisah, mudah terangsang, sering menangis, dsb.

            b) Depresi. Gejalanya antara lain: segi perasaan (selalu sedih), segi kognitif (pesimistis, berpandangan negatif pada diri sendiri, dunia dan  masa depan. Segi fisik (tidak nafsu makan, insomnia (sulit tidur)

2). Neurosis atau  Psikoneurosis. Menurut Jense, diagnose jenis gangguan  jiwa yang satu ini cenderung kurang banyak dilakukkan dibandingkan dengan yang seharusnya (underdiagnoses). Gejalanya: Phobia (ketakutan yang luar biasa tanpa alasan yang jelas terhadap hal-hal yang lazimnya tidak menimbulkan ketakutan),.

3). Reaksi konversi  merupakan kecemasan yang dialihkan kepada tubuh yang bersumber pada berbagai macam hal.

4). Skizofrenia adalah kemunduran pada remaja. Tanda-tanda: Cara berfikirnya tidak teratur dan tidak logis yang tampak dalam cara berbicara yang melantur dan gagasan-gagasan yang meloncat-loncat, tidak mampu melihat kenyataan dengan benar dan timbullah waham serta halusinasi.

5). Anorexia Nervosa Gangguang jiwa ini adalah khas remaja di bawah usia 25 tahun dan biasanya terjadi pada remaja putri. Penderita mempunyai obsesi ingin langsing.

klik disini
Klik Disini 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar