Psikologi Kriminalitas - Hana's Psyche

Di hari minggu ini kayaknya Hana lagi sreg bahas yang antimainstream gitu, dan topik ketiga kita ya sesuai judul, Psikologi Kriminalitas. Selalu sebagai pembuka, apasih artinya kriminalitas? Dilansir dari wiktionary.org , Kriminalitas artinya hal-hal yang bersifat kriminal; perbuatan yang melanggar hukum pidana; kejahatan. Sedangkan Psikologi Kriminalitas artinya ilmu pengetahuan tentang jiwa individu atau kelompok (yang secara langsung atau tidak langsung) berkaitan dengan perbuatan jahat dan akibatnya. Jadi ya, emang seorang psikolog kriminal itu ga bakalan jauh jauh dari narapidana ^^ . Meski kesannya serem, tapi menurut aku keren haha. Bayangin lah kalau psikolog-psikolog itu berhasil buat para napi yang mayoritas dingin , cerita masalah hidupnya sehingga mereka sampai tega melakukan hal-hal diluar nalar.  


Balik ke pembahasan, 



Psikologi kriminal yang mendasari analisanya dari segi psikologi dalam upaya mengetahui tipe-tipe penjahat,sedang psikologi juga berusaha menganalisa kejahatan tersebut dari sudut kejiwaan tentang macam-macam frustasi dan tekanan-tekanan jiwa manusia yang menjadi sebab timbulnya kejahatan.



Pendekatan ini akan mempelajari perbedaan individual yang menyebabkan sebagian orang melakukan tindak criminal, yang tidak dilakukan oleh orang lain dengan latar belakang yang sama, untuk itu, biasanya mereka memusatkan pada latar belakang individu, misalnya bagaimana perkembangan orang itu? Disiplin apakah yang diterapkan orang tuanya? Mungkin orang tua yang kasar cenderung menumbuhkan anak belajar berperilaku kasar? Penelitian dapat dilakukan dengan membandingkan latar belakang keluarga anak yang nakal dengan yang tidak nakal. Jadi analisis semacam ini memusatkan pada bagaimana dalam situasi yang sama orang dapat melakukan perilaku yang berbeda karena pengalaman masa lalu yang unik.



Hal ini tentunya tidak diterapkan pada seluruh bentuk kasus namun terbatas pada kriminalitas khusus dengan skala prioritas yang dipandang memiliki nuansa psikologis (pembunuhan, perkosaan, terorisme, narkoba, dan lain-lain).



Hasil penyelidikan psikologi dunia kriminalitas membenarkan bahwa orang jahat tak dapat disembuhkan hanya dengan kekerasan dan siksaan, tetapi harus diganti dengan terapi mental. Dibenarkan dalam psikologi bahwa perawatan yang menerangkan prinsip-prinsip kesehatan mental dapat membuat penjahat menjadi sadar dan jera selama-lamanya



Kenapa orang berbuat kejahatan ?



Pendekatan Tipologi Fisik dalam Kepribadian



Tokoh yang mempopulerkan pendekatan ini adalah Sheldon dan Kretchmer. Kretchmer mengajukan teori konstitusi dalam kepribadian yang artinya adalah mencari hubungan antara tipe tubuh fisiologis dengan tipe kepribadian seseorang. Menurut Kretchmer ada tiga tipe jaringan embrionik dalam tubuh, yaitu:



Endoderm berupa sistem digestif (pencernaan)

Ectoderm berupa sistem kulit dan syaraf;
Mesoderm yang terdiri dari tulang dan otot.
Menurut Kretchmer orang yang normal itu memiliki perkembangan yang seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian.


William Shldon (1949), dengan teori Tipologi Somatiknya, Ia membagi bentuk tubuh ke dalam tiga tipe.



Endomorf: Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan sociabel.

Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif, vigorous, and bold.
Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otak berkembang dengan baik (well developed brain), Introverted, sensitive, and nervous.
Menurut Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal.


Berdasarkan dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut merah (blond hair), dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws), sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang bergelombang, telinga pendek, dan wajah lebar. Apakah pendekatan ini diterima secara ilmiah? Barangkali metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli kriminologi kala itu, yaitu dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan yang sudah ditahan/ dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil pengukuran itu disimpulkan.



Pendekatan Teori Trait Kepribadian



Pendekatan ini menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadian tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes kepribadian.



Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik kuesioner ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan kecenderungan kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenerung pemberani, dominansi sangat kuat, power yang lebih, ekstravert, cenderung asertif, macho, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan sebagainya. Sifat-sifat di atas telah diteliti dalam kajian terhadap para tahanan oleh beragam ahli.



Hanya saja, tampaknya masih perlu kajian yang lebih komprehensif tidak hanya satu aspek sifat kepribadian yang diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa diprofilkan secara bersama-sama.



Pendekatan Psikoanalisis



Freud melihat bahwa perilaku kriminal merupakan representasi dari Id yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini merupakan impuls yang memiliki prinsip kenikmatan (Pleasure Principle). Ketika prinsip itu dikembangkannya Super–ego terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang hedonistik ini. Walhasil, perilaku untuk sekehendak hati asalkan menyenangkan muncul dalam diri seseorang. Mengapa super–ego lemah? Hal itu disebabkan oleh resolusi yang tidak baik dalam menghadapi konflik Oedipus, artinya anak seharusnya melakukan belajar dan beridentifikasi dengan bapaknya, tapi malah dengan ibunya.

Penjelasan lainnya dari pendekatan psikoanalis yaitu bahwa tindakan kriminal disebabkan karena rasa cemburu pada bapak yang tidak terselesaikan, sehingga individu senang melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan hukuman dari bapaknya.
Psikoanalist lain (Bowlby: 1953) menyatakan bahwa aktivitas kriminal merupakan pengganti dari rasa cinta dan afeksi. Umumnya kriminalitas dilakukan pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak.


Pendekatan Teori Belajar Sosial


klik disini
Teori ini dimotori oleh Albert Bandura (1986). Bandura menyatakan bahwa peran model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur tertentu (gang) merupakan contoh baik untuk terbentuknya perilaku kriminal orang lain. Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi merupakan cara yang biasa dilakukan hingga terbentuknya perilaku menyimpang tersebut. Ada dua cara observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak langsung (melalui vicarious reinforcement).



Pendekatan Teori Kognitif



Penelitian Yochelson & Samenow (1976, 1984) mencoba mengetahui tentang gaya kognitif (cognitive styles) pelaku kriminal dan mencari pola atau penyimpangan bagaimana memproses informasi. Para peneliiti ini yakin bahwa pola berpikir lebih penting daripada sekedar faktor biologis dan lingkungan dalam menentukan seseorang untuk menjadi kriminal atau bukan. Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli manipulasi.(master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bias mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa pola piker pelaku kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat beda antara pandangan mengenai realitas.



Faktor penyebab perilaku kriminalitas dapat dijabarkan menjadi:



Faktor Demografik, yaitu antara lain usia muda, jenis kelamin dan status sosial rendah;



Faktor Keluarga, yaitu antara lain kelahiran diluar nikah, ketidakmampuan orang tua memberi pengasuhan, penyaalahgunaan anak atau pengabaian anak, akibat kehamilan yang tidak diharapkan dan kurangnya kelekatan dengan orang tua;



Faktor pekerjaan atau sekolah;



Faktor kepribadian, yang meliputi antara lain kepribadian sensation seeking atau risk taking yang sering ditunjukkan oleh remaja seperti berbohong, impulsive dan kesulitan menunda kepuasan, locus of control eksternal, kebiasaan mengkonsumsi alcohol dan penyalahgunaan obat;



Faktor yang berkaitan dengan riwayat seksual, seperti usia saat melakukan hubungan seksual pertama kali, jumlah pasangan seksual dan usia saat melakukan pernikahan pertama; dan


Gangguan klinis yang diderita







1 komentar: