Aversi - Alphabet Hana's Psyche

Aversi adalah perasaan tidak senang, tidak suka terhadap benda orang, tingkah laku orang atau situasi tertentu, baik yang sungguh-sungguh pernah dilihat atau didengar, maupun yang hanya ada dalam khayalan. Perasaan ini dinyatakan keluar dan disertai dengan usaha untuk selalu menghindari hal yang tidak disukai tersebut.

Dalam psikoterapi, aversi sering digunakan untuk terapi tingkah laku, yakni untuk menghilangkan tingkah laku tertentu yang tidak dikehendaki, misalnya alkoholisme, kelainan seksual, dan lain sebagainya. Prinsip yang digunakan dalam teknik terapi aversi adalah menghubungkan tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan situasi yang tidak menyenangkan. Terapi dilakukan dengan menghadirkan situasi yang tidak menyenangkan setiap kali tingkah laku yang tidak dikehendaki muncul. Terapi ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga seseorang akan menyakini bahwa situasi yang tidak menyenangkan merupakan akibat dari tingkahlaku yang tidak dikehendaki. Melalui terapi aversi, diharapkan seseorang berusaha untuk menghilangkan tingkah laku yang tidak dikehendaki agar situasi yang tidak menyenangkan menghilang juga.

Teknik terapi aversi didasarkan pada teori pengondisian klasik yang dikemukakan oleh Ivan Petrovich Pavlov. Pada mulanya, terapi aversi ini langsung menghubungkan tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan situasi (konkrit) yang tidak menyenangkan. Dalam perkembangannya, teknik terapi ini dilakukan dengan kesadaran, yakni orang yang bersangkutan diminta (dengan kesadaran) untuk membayangkan situasi yang tidak menyenangkan yang mungkin timbul akibat dari tingkah lakunya yang tidak dikehendaki. (Sumber : Wikipedia)

Terapi Aversi (Aversion Therapy) 

Aversion therapy (AT) adalah satu teknik modifikasi perilaku dengan cara menghubungkan kebiasaan atau perilaku yang hendak dimodifikasi, baik itu dikurangi atau dihentikan, dengan satu sensasi atau perasaan tidak menyenangkan baik di aspek mental, emosi, atau fisik.

Ada banyak bentuk AT, misalnya, mengoles jari anak dengan minyak atau zat tertentu dengan tujuan agar anak berhenti menggigit kuku atau mengisap jempolnya. Cara ini juga biasa digunakan ibu yang ingin menyapih anaknya.

Tujuan dari AT hanya satu yaitu menghentikan kebiasaan atau perilaku tertentu yang dianggap tidak baik atau merugikan. AT dapat diaplikasikan untuk mengatasi kebiasaan merokok, makan berlebih, minum alkohol, berjudi, pornografi, selingkuh, malas belajar, dan banyak kebiasaan atau perilaku lainnya. AT juga digunakan dalam hipnoterapi dan dapat memberi hasil yang baik sampai batas tertentu. Namun penggunaan AT dalam hipnoterapi sebaiknya dilakukan dengan bijaksana dan cermat karena bila dilakukan tanpa perhitungan yang matang justru akan sangat merugikan klien.

Berikut salah satu contoh aplikasi AT dalam hipnoterapi untuk menghentikan kebiasaan merokok.

Klien datang ke terapis dengan tujuan berhenti merokok. Saat wawancara klien menjelaskan semua alasan logis mengapa ia perlu berhenti merokok. Dan semuanya masuk di akal klien maupun terapis.
Berbekal keyakinan bahwa klien menunjukkan motivasi kuat untuk berhenti merokok, terapis melakukan AT. Setelah membimbing klien masuk ke kondisi hipnosis yang dalam, terapis mulai memberi sugesti, kurang lebihnya seperti ini:

“Mulai sekarang dan seterus, setiap kali Anda ingin merokok, melihat rokok, mencium bau rokok, menghirup asap rokok, atau ditawari rokok oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, tanpa alasan yang jelas namun pasti Anda mulai merasa mual dan mencium bau rokok seperti bau ikan busuk. Anda sungguh merasa tidak nyaman. Dan semakin Anda bersikeras untuk tetap merokok maka perasaan mual Anda menjadi semakin kuat dan bau rokok menjadi sama baunya dengan ikan yang telah membusuk berhari-hari. Anda merasa jijik.

Sekarang bayangkan diri Anda ditawari rokok…atau bayangkan Anda mencium bau rokok… atau menghirup asap rokok… bayangkan… rasakan… tiba-tiba Anda merasa mual dan mencium bau ikan busuk yang membuat Anda sangat tidak nyaman…

Bila Anda tetap merokok, inilah yang pasti terjadi. Bayangkan diri Anda merokok… lihat dan rasakan asap rokok ini masuk ke paru-paru Anda… berubah menjadi racun mematikan….. masuk ke dalam darah dan menyebar ke seluruh tubuh Anda… membuat paru-paru Anda keracunan dan mulai timbul kanker…menyebar ke seluruh tubuh Anda… membuat Anda sangat sakit… menderita… dan akhirnya Anda mati dengan kondisi sangat menderita, menyedihkan, dan mengenaskan. Selain itu, dengan kondisi sakit ini, Anda juga merepotkan semua keluarga Anda, membuat mereka ikut menderita. Saat mati, Anda masuk neraka… api neraka membakar Anda selamanya karena Anda telah menyia-nyiakan hidup yang telah Tuhan berikan kepada Anda. Tentu Anda tidak ingin mati seperti ini, bukan?

Sekarang, bayangkan dan atau rasakan Anda berhenti merokok. Bayangkan dan rasakan tubuh Anda sehat… kuat… Anda bisa berumur panjang… bahagia…”

Dari sugesti di atas tampak bahwa terapis berusaha menghubungkan antara kebiasaan merokok dengan akibat negatif yang akan menimpa klien bila klien meneruskan kebiasaan ini.

Apakah ini akan berhasil? Jawabannya bisa ya… bisa juga tidak.

Ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan saat memberikan sugesti kepada klien. Pertama, motivasi klien. Bila klien datang dengan motivasi yang sangat kuat untuk berubah maka hanya dengan sugesti sederhana klien bisa langsung berubah. Kedua, kedalaman relaksasi pikiran. Semakin dalam (deep trance) semakin baik karena critical factor telah berhasil ditembus sehingga kemampuan analisis dan menolak sugesti menjadi sangat berkurang atau bahkan sudah tidak bekerja. Akibatnya, sugesti apapun yang diberikan akan langsung masuk ke pikiran bawah sadar, diterima, dan dijalankan. Ketiga, susunan kata atau semantik yang digunakan. Keempat, otoritas terapis di mata klien.

Bila terapinya berhasil, klien sembuh. Namun, bagaimana bila ternyata sugesti ini tidak bekerja seperti yang diharapkan? Atau, sugesti ini bekerja untuk beberapa saat, setelah itu klien kembali kepada kebiasaan lamanya? Bila ini yang terjadi, apa efek dari AT terhadap diri klien?

Sebelum saya menjelaskan apa yang mungkin terjadi pada diri klien bila AT gagal, terlebih dahulu saya akan menjelaskan mengapa AT bisa gagal dalam hipnoterapi.

Cara kerja pikiran bawah sadar berbeda dengan pikiran sadar. Saat suatu sugesti dimasukkan ke pikiran bawah sadar akan terjadi beberapa kemungkinan. Pertama, sugesti tidak dijalankan. Kedua, sugesti langsung dijalankan seperti yang diharapkan. Ketiga, sugesti dijalankan namun tidak maksimal.

Mengapa ini bisa terjadi?

Untuk ini kita perlu memahami apa sebenarnya perilaku. Perilaku, seperti yang saya tulis di buku Hypnotherapy for Children, adalah strategi yang telah teruji dan terbukti sangat efektif dan efisien, dari berbagai strategi yang telah dicoba oleh seorang anak, untuk bisa mendapatkan hal-hal yang anak inginkan dengan cepat, mudah, dan dengan tingkat keberhasilan yang paling tinggi.

Dengan demikian berarti perilaku punya fungsi yang spesifik untuk memberi apa yang kita inginkan. Dalam contoh di atas, klien merokok untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Seringkali saat ditanya alasannya merokok, klien akan menjawab bahwa ia merokok agar bisa berpikir jernih atau merasa tenang saat lagi stres.

Apakah alasan ini benar? Tidak. Seringkali alasan sesungguhnya klien merokok adalah untuk mendapat pujian, pengakuan, atau penerimaan dari kelompoknya. Dan tentunya awal klien merokok bukan saat ia dewasa namun saat masih remaja. Seiring waktu berjalan ia telah lupa alasan awal ini dan mulai membangun alasan baru yang menyatakan bahwa dengan merokok ia akan merasa tenang dan tidak stress.

Aversion Therapy (AT) tidak menyentuh alasan awal atau akar masalah. AT hanya menghubungkan satu kebiasaan atau perilaku yang hendak dikurangi atau dihentikan dengan perasaan atau sensasi yang tidak menyenangkan atau menyakitkan.

Harapannya, sesuai sifat pikiran bawah sadar yang lebih cenderung menghindari rasa sakit (pain) dan mengejar kesenangan (pleasure), klien akan berhenti melakukan tindakan atau perilaku yang tidak menguntungkan dirinya.

Namun, yang menjadi kendala adalah pemahaman akan pain atau pleasure di pikiran sadar dan bawah sadar ternyata berbeda. Apa yang dianggap pain oleh pikiran sadar bisa menjadi pleasure oleh pikiran bawah sadar. Ini disebabkan pikiran sadar dan bawah sadar bekerja dengan dua hukum yang berbeda.

Pain, bagi pikiran sadar, adalah hal-hal yang merugikan, menyakitkan, tidak menyenangkan, atau membahayakan. Pleasure adalah segala hal yang positif, menyenangkan, dan membawa kebaikan.

Pikiran bawah sadar punya pemahaman yang berbeda. Pain adalah segala sesuatu yang tidak ia kenal (unknown). Sedangkan pleasure adalah segala sesuatu yang ia kenal (known).

Jadi, walaupun sesuatu ini buruk menurut pikiran sadar, namun bila dikenal oleh pikiran bawah sadar maka ini adalah pleasure. Dan karena ini adalah pleasure sudah tentu pikiran bawah sadar akan berusaha keras mempertahankannya.

KLIK DISINI
KLIK DISINI 
Hal lain yang dapat menghambat sugesti yang digunakan dalam AT adalah penolakan dari empat filter mental yang ada di dalam pikiran bawah sadar. Saat critical factor dari pikiran sadar menjadi nonaktif karena relaksasi pikiran, benar sugesti dapat dimasukkan dengan leluasa ke pikiran bawah sadar, namun sugesti ini tetap akan melewati empat filter mental di pikiran bawah sadar. Empat filter mental ini yaitu filter survival (keselamatan hidup), filter moral/agama, filter benar/salah, dan filter masuk akal/tidak.

Sugesti yang mengatakan bahwa bau rokok sama seperti bau ikan busuk cepat atau lambat akan dianulir oleh pikiran bawah sadar karena pernyataan ini tidak benar. Bila dianulir maka sugesti ini menjadi tidak berlaku. Akibatnya, klien akan tetap merokok.

Sugesti yang masuk ke pikiran bawah sadar akan mengalami tiga kemungkinan. Pertama, sugesti berjalan dengan baik, seperti yang diharapkan, dan klien sembuh. Kedua, sugesti sama sekali tidak dijalankan, klien tidak sembuh. Ketiga, sugesti jalan sebentar setelah itu berhenti dan klien kembali ke pola lamanya.

Pada kemungkinan pertama tidak akan timbul masalah. Masalah serius dapat muncul bila yang terjadi adalah kemungkinan kedua atau ketiga di mana klien tetap merokok atau sempat berhenti sebentar kemudian kembali merokok.

Di sinilah kemungkinan terburuk dapat terjadi. Dalam AT yang dilakukan kepada klien, terapis, seperti yang saya contohkan di atas memberi sugesti berikut:

“ …………….. bila Anda tetap merokok, inilah yang pasti terjadi. Bayangkan diri Anda merokok… lihat dan rasakan asap rokok ini masuk ke paru-paru Anda… berubah menjadi racun mematikan dan masuk ke dalam darah dan menyebar ke seluruh tubuh Anda… membuat paru-paru Anda keracunan dan mulai timbul kanker… menyebar ke seluruh tubuh Anda… membuat Anda sangat sakit… menderita… dan akhirnya Anda mati dengan kondisi sangat menderita, menyedihkan, dan mengenaskan. Selain itu, dengan kondisi sakit ini, Anda juga merepotkan semua keluarga Anda, membuat mereka ikut menderita. Saat mati, Anda masuk neraka… api neraka membakar Anda selamanya karena Anda telah menyia-nyiakan hidup yang telah Tuhan berikan kepada Anda.”

Terapis, disadari atau tidak, karena abai dan tidak memroses akar masalah atau alasan awal klien merokok, telah memasukkan satu program pikiran yang sangat destruktif ke pikiran bawah sadar klien. Akibatnya, saat klien tetap merokok, bagian dari sugesti yang bertujuan membuat klien takut atau jera sehingga berhenti merokok justru dijalankan dan menjadi realita klien. Bisa Anda bayangkan apa yang terjadi? Bila Anda adalah klien, apakah Anda bersedia mendapat sugesti seperti ini?

Beberapa waktu lalu saya kedatangan klien, anak muda usia 21 tahun, yang minta saya untuk membantunya berhenti merokok. Dalam sehari ia biasa menghabiskan tiga pak rokok. Ia minta diterapi sehingga dapat berhenti total. Menghentikan kebiasaan merokok, dengan hipnoterapi, sangatlah mudah.

Saya tentu tidak serta merta mengabulkan permintaannya. Semua penjelasan dan alasannya berhenti merokok masuk akal, sangat logis, dan bagus. Setelah membimbing klien ini masuk ke kondisi hipnosis yang dalam saya bertanya kepada pikiran bawah sadarnya apakah berkenan, diijinkan, atau dibolehkan bila saya membantu klien berhenti merokok. Ternyata ada satu Bagian Diri (Ego Personality), yang disebut Perokok, keberatan bila klien berhenti total. Menurut Perokok klien perlu tetap merokok karena dengan merokok klien dapat menjadi lebih rileks, tenang, dan bisa berpikir jernih saat ada masalah. Akhirnya saya melakukan negosiasi, disepakati, dan disetujui oleh Perokok bahwa dalam satu hari klien hanya boleh merokok maksimal enam batang. Dan dari hasil follow up beberapa hari kemudian klien menjelaskan bahwa benar dalam sehari ia merokok maksimal enam batang. Lebih sering dua atau tiga batang saja.

Satu hal yang sering terjadi bila terapis menggunakan AT adalah kondisi yang dinamakan dengan efek pembalikan atau bouncing effect. Bouncing effect adalah kondisi di mana perilaku klien menjadi semakin parah karena pikiran bawah sadar, lebih tepatnya ada Ego Personality, marah dan balik melawan sugesti yang diberikan terapis.

Keadaannya sama seperti bila kita menekan bola ke dalam air. Selama tekanan ke bawah, dalam hal ini sugesti yang diberikan kepada klien, tetap kuat menahan bola (baca: masalah) di dalam air, maka seolah-olah bolanya hilang karena tidak lagi tampak di permukaan. Namun saat tekanan melemah atau lepas maka bola akan melesat keluar dari dalam air dan melambung di udara.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar